Reader yang bijak akan selalu meninggalkan jejaknya. :D Karena itu, silakan post komen atau klik "reaction" di tiap entry yang ada. :D Trims semua.... GOD BLESS YOU!!!

Minggu, 04 September 2011

Aan de Rand van Het Veld, Kruispunt van de Tijd 01


Boven

Aku berdiri di tengah lapangan. Ramai. Orang berlalu-lalang, datang dan pergi. Hingar bingar suara orang dan berbagai mainan. Inilah... suasana pasar malam di kampungku.


Aku melihat ke sekekeliling, menikmati hal-hal yang penuh kenangan. Hal yang membuatku ingin menangis, namun tidak mungkin aku menangis di sini. Apalagi saat aku berada di depan atraksi Tong Setan -- aku menyebutnya begitu, padahal aku sendiri tidak tahu apa namanya -- atraksi hebat, motor yang bisa berlari kencang di dinding tong raksasa berkat gaya sentrifugal.

Benar-benar suasana yang membuatku bernostalgia....

"Setelah ini mau ke mana lagi?"

Aku terkesima. Di antara timbunan suara dan bunyi, aku mendengar suara yang familiar, suara yang... entah sudah berapa tahun aku tidak mendengarnya. Suara yang sangat aku rindukan. Suara yang tidak pernah bisa aku lupakan. Aku melihat ke sekeliling, scanning area.... Tatapanku terkunci ke arah sebelah pintu Tong Setan, ada seseorang yang menarik perhatianku. Seorang wanita muda yang sepertinya aku kenal, aku tak bisa memastikannya karena aku hanya melihatnya dari belakang.... Tapi... ada perasaan... sangat rindu....

***

Aku terbangun dari tidurku. Gelap. Sejenak aku berpikir, ini ada di mana.... Saat teringat, aku mengangguk-angguk sendiri. Aku di dalam bus, dalam perjalanan pulang ke rumah orang tua. Sudah beberapa tahun ini aku tidak pulang, biasanya orang tuaku yang datang ke Jakarta, rasanya sangat rindu.

Aku merasa agak bersyukur, kebetulan kursi di sebelahku kosong. aku lebih leluasa bergerak, kalau perlu aku bisa selonjoran, tapi aku tidak akan melakukan hal itu karena itu bukan hakku. Cukup hanya kosong. Aku ingin melihat ponselku, dan ups... ternyata sudah tergeletak di lantai, pasti terjatuh saat tertidur tadi.

Ada 1 SMS masuk dan beberapa miss call, semuanya dari 1 orang, orang yang... aku sendiri bingung menganggapnya apa, entah benar-benar kekasih atau sekedar pengisi waktu.... Dia wanita aneh. Dia tahu aku sama sekali tak berminat padanya, tapi dia terus ngotot, fokus, dan konsisten. Hal itu membuatku sedikit jengkel, pada akhirnya selalu kalah oleh kegigihannya, dan karena suatu ketidaksengajaan aku menerima permintaannya untuk menjadikannya pacar. Lalu kali ini karena tekanan orang tua dan sahabat-sahabatku, aku terpaksa melamarnya.

Wanita.... Aku kalah oleh 1 wanita itu, tentunya dengan alasan yang sama sekali aku tidak mengerti. Ah, tapi aku tidak perduli itu. Pada akhirnya setelah menikah pun aku tetap akan menjalani kehidupanku seperti apa adanya: tidur, makan, kerja, sesekali refreshing. Dia pun akan melakukan kegiatannya sendiri. Aku tidak perlu membawa afeksi karena memang aku belum ada afeksi apapun terhadapnya, dia sudah tahu hal ini dan tetap nekat tergila-gila padaku.

Bicara mengenai wanita, aku teringat, apa yang aku lihat di mimpi. Aku tidak mengerti apakah ini mimpi atau sekedar mengkhayal tentang ingatan masa laluku. Keduanya terasa hanya dibatasi selembar kertas. Pastinya sesuatu tentang masa laluku yang berkaitan dengan sesuatu bernama cewek.

***

Aku ingat saat-saat aku baru masuk SMP. Saat itu aku masih hijau, kalau mau gampangnya masih lugu alias "lucu-lucu guoblok". Pikirannya masih bermain saja setiap saat, tidak ada hal serius. Apalagi aku diberkahi otak yang baik, tanpa banyak belajar aku bisa mengingat banyak, sehingga nilaiku bagus. Nilai yang lumayan biasa cenderung jelek hanyalah pelajaran matematika dan fisika, karena kedua pelajaran itu lebih banyak berhitung daripada yang dihapal. But I don't care about that.... Saat itu aku tidak ada niat menjadi fisikawan atau matematikawan.

Hari itu adalah hari yang cerah saat aku pertama kali bertemu dengannya. Hari itu bukan hari pertama sekolah di SMP, hari itu aku berangkat lebih pagi karena kakakku di SMA ada urusan di sekolahnya, jadinya aku diantar jam 5.45 pagi, lalu sampai di depan pagar sekolah jam 5.55 pagi. Rasanya hari itu aku seperti orang goblok, sendirian di kelas. Sekedar pengisi waktu, aku memilih jalan-jalan keliling sekolah, melihat beberapa siswa yang sama seperti aku, terkesan seperti terlalu rajin tapi bukan itu. Saat aku melewati deretan kelas 2, itulah pertemuan pertamaku dengannya.

Siswi itu menatap langit-langit, mulutnya komat-kamit seperti merapal suatu ajian. Saat melihatku, dia tersenyum kepadaku. Untuk beberapa saat entah kenapa aku tertegun, terpaku menatapnya, mungkin karena dia terlalu manis. Dari badge di lengan kanannya aku tahu dia siswi kelas 2, setingkat di atas aku. Lalu dari name tag-nya aku tahu namanya “Katarina Devi R.”.

"Goedemorgen...."

Aku tidak pernah bisa lupa dengan sapanya pagi itu, suara lembutnya, keramahannya. Selalu terkenang dalam hal yang baik, tidak seperti beberapa senior bajingan yang sok berkuasa, padahal tidak lebih hebat dari kami.

Kejadian pagi itu tak terlupakan….

***

Hubunganku dengan Katarina tak berhenti begitu saja. Sejak pertemuan saat itu, aku sering berjalan-jalan di sekitar kelas 2 hanya untuk mencarinya. Katarina, dia anak yang biasa saja di antara teman-temannya yang lain, dalam artian tidak ada yang mencolok di dirinya, tapi sangat rajin belajar, terutama Bahasa Belanda. Entah apa yang membuatnya tertarik Bahasa Belanda, dia tidak penah menceritakannya. 

Rumah Katarina ternyata dekat dengan rumahku. Hampir setiap hari kami pergi dan pulang bersama, berbual hal besar tentang banyak hal yang penting atau tidak penting, sekedar melewatkan waktu, tidak pernah berpikir hal yang susah tentang apa yang akan dilakukan nanti, karena kami masih anak-anak. Apa yang bisa anak SMP pikir selain kenyamanan dirinya sendiri? Kalau bahasa keren jaman sekarang, ababil. Tapi tentu saja kami sangat menikmati ke-ababil-an kami, karena kami anak SMP yang belum mau berpikir hal selain diri kami sendiri. Aku dan dia sama saja. Yang penting menghabiskan waktu.

Aku belum pernah seakrab ini dengan orang lain. Biasanya aku menjaga jarak dengan orang asing, aku tidak ingin direpotkan dengan urusan seperti itu. Kalau aku pikir lagi sekarang, betapa egoisnya diriku, dan itu yang membuat aku tidak mudah akrab dengan orang lain. Aku sering berpikir, aku tidak butuh orang lain, hanya diriku saja. Tapi, Katarina sedikit aneh. Dia mau saja meladeniku, bersamaku, meninggalkan statusnya yang “lebih tua” daripada aku. Sampai terakhir aku bertemu dia, aku tidak pernah sekalipun memanggilnya dengan panggilan hormat, aku selalu memanggil langsung ke nama “Katrin” dari Katarina, lalu aku boleh sedikit berbangga karena hanya aku yang memanggilnya begitu, panggilan spesial dariku.

Aku pernah bertanya tentang namanya, asal nama Katarina. Bagiku nama itu terlalu mewah, tidak Indonesia banget.  Dia bilang dia hanya mengatakan ini padaku, aku tidak tahu itu sungguh-sungguh atau bohong. Nama Katarina itu mungkin ada kaitannya dengan garis keturunannya yang agak unik.  Di garis ayahnya ada keturunan Belanda, sedangkan di garis ibunya ada keturunan Tionghoa, dan percampuran unik ini membuatnya manis dan menarik untuk  selalu dilihat.

Kalau aku berpikir iseng, mungkin saja dia mempelajari Bahasa Belanda karena garis keturunannya....

***

Saat aku sudah kelas 2 dan dia kelas 3, aku ingat pada suatu ketika aku datang bertandang ke rumahnya. Seperti biasa, sekedar main dan menghabiskan waktu. Dia bilang dia ingin masuk ke SMA yang lumayan favorit di kota ini. Aku tahu, untuk masuk ke SMA itu tidak mudah, terlalu banyak pesaingnya, entah itu pesaing murni atau pesaing gelap dari jalur belakang. Tapi, kalau aku sendiri, aku cukup yakin aku bisa masuk SMA itu dengan gampang, melihat nilai-nilaiku selama ini. Tidak halnya dengan Katrin, walau memang nilai-nilai dia juga tidak jelek, dia ada kekhawatiran tentang itu. Dan semenjak itu, aku melihat Katrin lebih banyak bergaul dengan buku.

Seharusnya saat itu aku melihatnya sebagai hal yang mengagumkan, dia berjuang untuk mencapai tujuannya. Entah kenapa saat itu aku malah merasa agak kesal, cemburu pada buku-buku yang dia baca, semakin dia banyak membaca rasanya semakin aku ingin mengganggunya. Aku ingin bilang padanya agar tidak perlu khawatir tentang itu karena dia pasti bisa masuk SMA itu dengan keadaannya yang sekarang, tapi tentu saja aku tidak mungkin bisa mengatakan itu. Entah bagaimana aku selalu bisa memaksanya menemaniku bermain, setiap kali aku datang, dia pasti menutup bukunya, dengan senyum lebar  menyambutku di depan pintu. Saat itu aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya, kenapa dia mengalah dan memilih menemaniku, aku tidak mengerti apa-apa. Hal yang selalu aku ingat, dari hari ke hari dia semakin terlihat kelelahan dan mengantuk. 

Saat hari ujian hanya tinggal beberapa hari lagi, aku tidak pernah melihat Katrin belajar.  Di hari terakhir sebelum dia ujian, dia malah mengajakku pergi jalan-jalan. Hari itu dia terlihat lumayan segar, lebih enerjik dari biasanya. Ada sesuatu yang membuat semangatnya naik.  Aku senang melihatnya seperti itu, rasanya aku juga jadi ikut-ikutan bersemangat. Lalu pada hari itu pertama kalinya dia meminta sesuatu yang agak serius padaku, hal yang agak diluar dugaanku. Dia memintaku mendoakannya agar bisa masuk SMA itu, lalu ingin aku juga masuk SMA itu, tetap bermain bersama lagi seperti biasanya. Aku memang bukan orang yang tidak percaya Tuhan, tapi aku tidak biasa meminta sesuatu kepada Tuhan, walau begitu aku bilang akan mendoakannya, dalam hati aku tetap yakin Katrin akan berhasil gemilang masuk SMA itu berkat dirinya sendiri.

Lalu saat ujian pun tiba. Waktu bergulir hingga pengumuman hasil ujian, seperti dugaanku, nilainya memukau, Katrin masuk 20 besar di SMP-ku. Dengan nilai seperti itu, aku sangat yakin dia sudah pasti bisa masuk SMA yang diinginkannya, bahkan guru-guru di sekolah pun secara tersirat sudah memastikan hal itu. Walaupun begitu, tetap saja dia memintaku berdoa.

***

Katrin berhasil masuk SMA yang diimpikannya. Benar-benar sesuai dengan yang aku pikir, dia masuk tanpa ada halangan sama sekali. Di SMA itu dia masuk di urutan ke-38, lumayan bagus untuk ukuran kota ini. Tanpa aku doakan pun dia sudah bisa masuk dengan kemampuannya sendiri, kan….

Setahun lagi aku akan segera menyusul. Aku sudah berjanji. Dengan kemampuanku saat ini aku sangat yakin, aku akan seperti dia, tidak sulit untuk masuk ke sekolah itu. Karena itu aku tetap menjalani hari-hari seperti biasa, bermain, bertemu dengannya, mengobrol, jalan-jalan… tak memerdulikan tentang nilai ujian akhir. Katrin sebenarnya khawatir, aku tidak perduli… karena aku yakin aku akan bisa masuk SMA itu.

Hingga saat ujian tiba, aku masih tidak belajar serius di rumah maupun di sekolah. Bahkan hingga hari ujian pun aku tidak tahu hari itu ujian apa, aku baru tahu mata pelajaran ujiannya di pagi hari saat ujian akan dimulai. Beberapa orang menganggap aku arogan, tapi bukan itu alasannya. Aku sangat yakin dengan diriku sendiri, aku percaya diri. Dan hal yang aku yakinkan terbukti. Hampir tak ada halangan, aku pun masuk SMA itu. Awalnya Katrin terlihat khawatir, tapi setelah tahu aku bisa masuk SMA yang sama dengannya, dia sangat lega.

***

Masa SMA adalah masa yang terindah, begitu kata orang-orang. Kalau bagiku sendiri, jujur… aku belum merasa apa yang dimaksud “terindah” itu. Bagiku, masa di SMA seperti hari-hariku yang biasa saja, tidak ada yang berbeda selain seragam yang aku pakai.  Oh, juga tidak ada yang berbea selain aku untuk pertama kalinya ikut suatu klub, sebenarnya bukan keinginanku ikut klub ini, tapi karena dipaksa Katrin. Saat itu aku pikir, selama ini Katrin mengalah padaku, jadi tak ada salahnya kalau kali ini aku mengalah padanya dan ikut klubnya.

Aku mendapatkan kenyataan lain saat aku di sekolah itu. Katrin, aku merasa Katrin semakin manis dan cantik dari hari ke hari, tubuhnya semakin berbentuk wanita, walaupun mungkin wataknya belum benar-benar wanita, dia sudah menjadi gadis yang lumayan populer. Selain sekedar populer, dia juga gadis yang diperebutkan cowok-cowok. Aku bisa membusungkan dada, berbangga hati, dari sejak awal aku sudah akrab dengan Katrin, dan hal itu membuatku agak dibenci beberapa cowok, dianggap mencuri start. Tentu saja aku tidak perduli hal itu, malah kalau bisa aku katakan kepada mereka, "Mati aje kalian!".

Sebenarnya aku agak kecewa, selama setahun ini Katrin sama sekali tak pernah bercerita bahwa dirinya populer di SMA, makanya beberapa kali aku menggodanya karena dia sudah menjadi siswi populer, tidak seperti saat di SMP dulu. Dia seperti tidak senang setiap kali aku membahas tentang itu, padahal aku pikir seharusnya dia berbangga. 3 tahun aku mengenalnya baru kali ini aku melihat sesuatu di diri Katrin yang aku tidak kenal. Tapi aku tidak memikirkan hal itu, aku pikir wajar kalau ada beberapa hal yang memang tidak aku ketahui tentang Katrin, dan aku pikir aku memang tidak perlu tahu semua tentang Katrin.

Aku tahu, sehari-hari beredar gosip yang unik tentang aku dan Katrin. Rasanya aku bisa mengerti penderitaan para selebritis yang hampir setiap hari diterpa badai gosip. Berhubung aku merasa tidak ada yang benar tentang gosip itu, aku cuek. Aku selalu berpikir suatu gosip akan hilang dengan sendirinya setelah hari ke-40, jadi tidak perlu khawatir tentang itu. Apalagi ada beberapa rekan dari SMP yang sama yang tahu tentang hubungan aku dengan Katrin, memberikan saran agar aku tidak acuh dengan pemberitaan miring itu. Ya, memang pasti aku tidak akan mengacuhkannya. Tapi pernah ada 1 insiden di ruang klub, yang jika aku mengingatnya lagi sekarang, rasanya aku jadi sakit hati....

"Sebenernya lu suka Kak Katarina, kan?"

"Gaklah! Gak mungkin gue suka cewek yang lebih tua!"

Seseorang bertanya hal itu, dan aku menjawabnya dengan tegas tanpa keraguan sedikitpun. Namun saat itu aku tidak menyadari Katrin lewat di belakangku, dari awal pintu klub terbuka lebar, dia bisa masuk begitu saja tanpa  ada peringatan buatku. Dia hanya tersenyum, tidak perduli dengan kata-kataku, ekspresinya pun tetap seperti biasanya. Tapi, entah kenapa aku sangat sangat merasa tidak enak hati. Bagaimanapun juga aku hanya mengatakan hal yang sesungguhnya, aku yakin dia cukup mengerti maksudku karena dia sudah bermain bersamaku selama 3 tahun.

***

Pernah suatu ketika temanku bilang, aku sebaiknya mencari pacar untuk membersihkan kesalahpahaman. Awalnya aku agak berat dengan ide ini, karena aku untuk sementara tidak ada minat berpacaran walau aku memang berminat pada wanita. Tapi desakan temanku ini desakan maut, aku luluh juga. Dia menjodohkan dengan salah seorang dari kelas sebelah, namanya Selvi, dia lumayan manis, sedikit pemalu dan tidak banyak bicara, yang paling penting dia suka aku. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah, menjadikan dia hanya sebagai pengalih perhatian orang, tidak ada fungsi yang lain. Aku sudah sangat keterlaluan, itu sama saja dengan mempermainkan Selvi. Sungguh kejam.... Hal ini sudah pasti tidak bisa aku ceritakan ke siapapun, termasuk Katrin. Dia sudah memberikan berbagai wejangan, full support, semangat padaku agar terus langgeng dengan Selvi, tidak mungkin tiba-tiba aku bilang aku hanya punya tujuan tertentu dengan jadian ini. Hanya temanku yang menjodohkanku yang tahu.

Sejak aku jadian, aku merasakan ada pola yang berubah dalam hidup keseharianku. Hal yang aku lakukan setiap hari, pulang bersama Katrin, kini tidak lagi aku lakukan. Rasanya ada yang aneh, katanya mengubah kebiasaan secara tiba-tiba membuat kita merasa aneh, dan aku sudah merasakan itu. Aku terpikir, bagaimna dengan Katrin? Apakah dia juga merasa seperti ini? 

Iseng-iseng aku mencoba mengamati Katrin dari jauh, secara sembunyi. Aku melihat perubahan pola. Biasanya Katrin langsung pulang setelah selesai jam sekolah, sekarang dia tidak langsung pulang, dia menghabiskan waktunya membaca buku di ruang klub hingga sore atau disuruh pulang oleh penjaga sekolah. Hal yang tidak pernah aku lihat di Katrin. Lalu Katrin seperti tidak ada beban dengan perubahan pola kesehariannya, entah kenapa membuatku sedikit merasa heran. Aku memikirkan hal ini dan terus memikirkannya.

Beberapa hari mengamati Katrin membuat Selvi merasa sedikit tidak nyaman, tapi dia tidak bisa apa-apa karena dari awal dia tahu aku sangat dekat dengan Katrin. Hal yang di luar dugaanku, dia malah bilang aku tidak boleh menjauhi Katrin hanya karena dirinya. Entah apa maksudnya, padahal dia sendiri merasa tidak nyaman.... Tapi, aku sudah sengaja jadian dengannya supaya kesalahpahaman di diriku hilang. Kalau aku tetap dekat dengan Katrin....

***

Entah sudah berapa lama aku jadian. Aku tidak ingat pastinya. Tapi suatu hari yang tak diduga datang. Saat itu ada Pameran Pembangunan yang diadakan Pemda Provinsi, dalam pameran itu juga ada pasar malam yang lengkap dengan berbagai wahana yang "berusaha mati-matian" meniru Dufan. Tentu saja aku mengajak Selvi, tapi dia tidak bisa ikut pergi. Yah, sebenarnya aku bersyukur, aku tidak jadi pergi untuk membuang waktu, aku bisa beristirahat di rumah. Lalu saat aku sedang bersantai-santai, Katrin menelepon rumahku, berbicara padaku, dia mengajakku pergi ke pameran itu. Aku merasa seperti menang lotere! Tidak, aku tidak bisa menggambarkan dengan baik sesuatu yang lebih dari sekedar menang lotere!

Malam itu Katrin datang ke rumahku, menjemput, apakah ada yang aneh dengan hal itu? Mungkin, tapi bagi keluargaku itu bukan hal yang aneh, dari dulu dia sudah terbiasa datang ke rumahku untuk mengajakku pergi, yang kebalikannya lebih sering. Malam itu dia datang dengan penampilan terbaiknya, aku berani bilang begitu karena aku belum pernah melihatnya seperti itu, membuat aku terpesona walau hanya sepersekian detik. Ibuku berkali-kali memujinya, di saat yang bersamaan menjatuhkanku karena aku tidak bisa sedikit lebih rapi. 

Aku meminjam motor kakakku untuk pergi ke tempat pameran, padahal aku tidak punya SIM. Seperti yang diketahui umum, hukum di Indonesia dibuat untuk dilanggar, karena itulah negara ini tetap tertinggal cenderung menjadi barbar. Walau belum memiliki SIM, secara ajaib aku sudah bisa mengendarai motor, membawa 1 penumpang menuju ke tempat acara. Malam ini terasa agak lambat karena aku sangat menghayatinya, tapi di sisi lain seperti cepat juga karena aku merasa waktunya sangat kurang. Andaikan malam ini bisa 24 jam, atau mungkin lebih....

Setelah sampai, selesai memarkir motor, aku dan Katrin langsung ikut menenggelamkan diri dalam lautan manusia. Melihat pameran hanya sekedar formalitas, entah kenapa aku merasa dari tahun ke tahun yang dipamerkan hanya itu dan itu saja, seperti tidak ada pembangunan baru. Tapi aku tahu, Katrin sangat suka melihat pameran itu walau tau hanya sedikit sekali perubahannya, dia tidak pernah bosan. Aku terus menemaninya dari satu stand ke stand lain, dari pameran suatu kebupaten ke kabupaten lainnya, semakin lama aku perhatikan bola matanya seperti membesar karena takjub. Aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya....

Setelah sampai di ujung pameran, saatnya bermain di pasar malam. Pasar malam ini kesukaanku, Katrin sudah tahu itu, dan dia pasti akan mengikuti aku kemana pun aku pergi. Barang pertama yang aku belikan untuk Katrin malam itu adalah kembang gula, aku tahu itu adalah kesukaannya walaupun dia tidak pernah mengatakannya, selama aku mengenalnya dia selalu membeli kembang gula saat melihat ada penjual kembang gula. Sebagai gantinya dia membelikanku mainan perahu kecil terbuat dari bahan seng dan berpenggerak uap. Dari sejak SMP aku selalu mengoleksi kapal itu, entah kenapa aku suka melihatnya berlayar sambil berbunyi "Kotok kotok kotok", karena itulah aku menyebutnya Perahu Kotok.

Saat aku asyik sendiri, tanpa sengaja aku terpisah dengan Katrin, dia tenggelam di lautan manusia. Salahku, seharusnya aku tetap memerhatikan dia. Terpisah di tengah keramaian seperti ini adalah mimpi buruk, sangat sulit mencarinya! Tapi aku tidak mau berdiam begitu saja, aku berlari kesana kemari, berusaha mati-matian memperkirakan ke mana dia akan pergi lalu mendatangi tempat itu. Tidak ada hasil. Bisa saja dia juga mencariku, saling mencari melalui rute yang tidak bersinggungan, kalau begitu terus sampai minggu depan pun tidak akan pernah bertemu. 

Rasanya aku sudah lelah mencarinya, pasar malam ini terlalu luas untuk dikelilingi 2 atau 3 kali. Di saat terakhir pencarianku, aku sampai di sebuah tanah terbuka yang di tengahnya ada tong besar sekali, itu tempat atraksi Tong Setan. Hal yang tidak pernah aku duga, Katrin ada di depan loket tiket, duduk manis sambil menikmati kembang gula yang tadi aku beli untuknya. Ada perasaan lega! Saat aku mendekat dan dia tahu aku berhasil menemukannya, dia memberikan kembang gula itu padaku ditambah sebotol air mineral.

"Capek, kan? Gula bisa balikin energi. Sorry, cuman ada sisa...."

Akhirnya aku tahu dia dari tadi menungguku di sana, alasan dia menungguku di sana karena dia yakin pasti aku akan menemukannya di sana.

"Tahun lalu pun kamu bilang mau liat ini lagi, kan? Aku tau pasti kamu bakal ke sini. Sebelum ke sini tadi aku cari air, soalnya kamu pasti haus. Ternyata bener, kan...."

Memang dari tahun ke tahun setiap kali ke sini aku tidak pernah absen menonton atraksi Tong Setan. Dia sudah hapal kebiasaanku. Dia kemudian menelaskan secara singkat kenapa motor dalam atraksi itu bisa berjalan di dinding tong, karena gaya sentrifugal. Kali ini aku tidak terlalu butuh penjelasan ilmiah, yang aku butuh adalah... menonton atraksi itu bersama Katrin. Tapi, sebelum masuk dia berpesan padaku.

"Tahun depan, atau nanti tiap ada acara pameran, kalo misalnya kita kepisah lagi, kita ketemu di depan Tong Setan ini, ya.... Janji?"

Aku mengangguk, menambahkan lagi, aku katakan bahwa sebelum terpisah lagi, aku akan pastikan tangannya tidak akan lepas dari bajuku. Dia hanya tertawa mendengarnya, aku pun tertawa. Tidak mungkin tangannya tidak akan lepas dari bajuku. Apakah aku harus menempelkannya dengan super glue? Oh, tentu tidak, dan itu adalah hal terbodoh dalam hidupku jika aku benar-benar menempelkan tangannya ke bajuku dengan menggunakan super glue

Dari tahun ke tahun sejak mengenalnya aku selalu datang ke pameran ini, dan selama itu dia sudah tahu kebiasaanku, dan aku pun tahu kebiasaannya. Tapi yang aku rasakan, dari semua Pameran Pembangunan yang aku datangi, malam ini adalah pameran yang terbaik. Dan di saat akan kembali pulang, dia berkata.

"Dank je...."

***

Berita tentang aku pergi ke pameran bersama Katrin tersebar di sekolah. Malam itu ternyata ada yang melihat kami, resiko seorang seleb -- maksudnya Katarina -- apapun yang dilakukannya bisa menjadi bahan gosip yang menarik. Kalau aku pribadi tidak banyak berkomentar masalah itu, tidak juga akan memerdulikannya, dan Katrin pun begitu. Dia hanya menanggapinya dengan tertawa.

Saat Selvi menanyakannya, aku menjawab apa yang perlu aku jawab, tanpa ada yang aku sembunyikan. Memang Selvi tidak bertanya hal-hal yang menyentuh daerah pribadi, dan entah kenapa aku merasa selamat. Kalau aku pikir lagi, dia benar-benar cewek yang tabah, mungkin saja dia menangis di dalam hatinya.

Aku tidak tahan dengan keadaan ini, kasihan Selvi. Aku kumpulkan kalimat-kalimat terbaikku, menyampaikannya dengan sangat hati-hati, aku meminta putus. Aku pikir ini hal yang benar, aku tidak ingin membohonginya lebih banyak, tidak ingin membuatnya lebih hancur lagi. Selvi sangat mengerti apa maksudku, termasuk alasan kenapa aku ingin jadian dengannya. Dia kelihatan tabah, tapi di dalamnya sangat hancur-hancuran, aku harap setelah ini dia akan bangkit lagi. Sore itu aku mengakhiri pacaranku yang pertama.

Aku langsung pergi ke ruang klub. Katrin ada di sana, membaca buku seorang diri, memang itu kebiasaan baru dia sejak beberapa waktu yang lalu. Dia agak bingung melihatku tiba-tiba datang, karena dia pikir aku sudah pulang dengan Selvi. Setelah aku menjelaskan kejadian beberapa waktu yang lalu, dia hanya diam tak berkata apa-apa, padahal awalnya aku pikir dia akan memarahi aku, dan entah kenapa aku justru mengharap dia memarahiku. Setelah beberapa saat, mungkin setelah dia berhasil menyusun kata-kata, dia malah menghiburku, dia pikir aku sangat bersedih karena kejadian itu. Dia mengusap-usap kapalaku, seandainya aku anjing peliharaan, mungkin dia berharap sekarang aku mengibas-ibaskan ekor. Aku tidak mengerti apa yang bisa aku katakan, tapi sudahlah....

Aku sempat ingin berkata sebaiknya Katrin juga jadian saja dengan orang lain, tapi aku mengurungkan niat itu karena merasa tidak punya hak. Dia memilih untuk tetap not in relationship karena alasan tertentu. Apapun itu, aku tak perduli. Hari-hariku yang biasa bersama Katrin, menghabiskan waktu bersama Katrin, berbuat hal-hal bodoh dan tidak penting bersama Katrin, semua akan kembali seperti awalnya.

***

1 komentar: